Lighthinkmuslimah.site - Badai ujian yang datang mendera, tak membuat sang guru menghentikan langkah perjuangan menghafal Al-Qur'an dan berdakwah. Ummu Maryam, sosok muslimah yang terkenal tegar. Dia kembali kehilangan orang terdekatnya, dirinya duduk terdiam dengan tatapan mata kosong melihat jasad kaku terbujur di depannya. Dia berusaha kuat atas kepulangan mertuanya. Dia masih berusaha tersenyum di antara para pelayat yang menangis.
Ummu Maryam, lahir di Kecamatan Keera, Sajoanging Wajo. 30 tahun lalu dia dilahirkan di rumah berpagar putih berwarna hijau. Saat masih kecil, ibu dari dua anak ini tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa dia akan menjadi pengemban dakwah. Bahkan, ia memegang prinsip hidupnya hanya untuk mencari ridha Allah. Maka, Ummu Maryam menyukai bertemu dengan saudaranya sesama pejuang dakwah.
Jalan perjuangan tidaklah sepi dengan ujian, itulah yang dirasakan Ummu Maryam. Ia harus berusaha melewati cobaan yang bertubi-tubi. Saatnya usianya 33 tahun, dia menghadapi banyak ujian dengan penuh kesabaran dan kegigihan. Suaminya mendapatkan masalah sehingga membuat dirinya membesarkan kedua putrinya seorang diri. Ia kemudian hidup bersama mertuanya yang lebih dulu ditinggal suaminya. Ia memenuhi kebutuhan kedua anaknya yang masih balita dengan membantu usaha mertuanya dengan penghasilan yang tidak menentu.
Ummu Maryam kecil dibesarkan oleh sang ayah karena ibunya telah meninggalkannya lebih dulu. Kemudian beberapa tahun terakhir, ayahnya jatuh sakit dan dia harus menelan rasa pahit ditinggalkan sang ayah tercinta. Ujian tersebut tidak berhenti disana, dia juga harus merawat mertuanya yang seringkali keluar masuk rumah sakit karena menderita asma akut. Selang berberapa waktu, mertuanya menemui ajalnya.
Sekali lagi, ujian datang menghampiri Ummu Maryam. Rumahnya sesak, penuh dengan para pelayat. Rahma, salah satu tetangganya menceritakan bagaimana ketegaran Ummu Maryam, “Beliau sosok yang tangguh, sabar, tenang, seperlunya dan tidak terlalu banyak bicara, ” ungkap tetangga yang juga rekan mengajarnya tersebut.
Ia memang sosok yang pendiam, hal itu juga diungkapkan oleh Ketua Muslimah Wahdah Wajo Ustadzah Nia Kurnia, “Beliau orangnya penyabar, meski tertutup tapi tetap tegar dan kuat melewati setiap masalah dan ujian hidup. Sebagai pengurus, paham dan mampu mengerjakan amanahnya dengan penuh tanggung jawab, ” tuturnya dengan penuh haru.
Kemudian, ummu Maryam melanjutkan hidupnya dengan menjadi guru ngaji di sebuah Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA). Gaji awalnya di bawah 700 ribu, dia harus mengatur gaji tersebut untuk mencukupi kesehariannya.
Tak lama setelah menjadi guru ngaji, ujian berikutnya pun datang. Anak sulungnya yang baru berusia 7 tahun terkena penyakit langka. Dia harus dirawat di rumah sakit kota dengan fasilitas yang memadai. Dengan kepribadiannya yang pendiam dan penyabar, dia tak pernah menceritakan keluh kesahnya kepada orang lain. Bahkan dengan keadaan anaknya yang tengah sakit.
Meskipun ujian hidup silih berganti, tetapi tak menyurutkan langkah Ummu Maryam untuk menorehkan prestasi. Dia baru saja menyelesaikan ujian hafalan Al-Qur'an dan mendapat nilai 99, nyaris sempurna. Dia juga tetap kuat dan bertekad untuk terus berada di jalan dakwah. "Insya Allah saya akan bertahan, karena dakwah adalah jalan panjang yang penuh liku, butuh kesabaran tanpa batas, " tegasnya.
Terakhir, wanita Sarjana Ekonomi Islam itu menyampaikan harapannya untuk dakwah, "Semoga dakwah bisa diusung oleh orang jujur dalam imannya kepada Allah, " tutupnya. Ujian memang berat, jika ringan namanya istirahat. Ia akan terus ada sampai kita meninggalkan dunia ini. Sedih manusiawi, namun jangan membuat putus asa dan berkeluh kesah. Teruslah kuat dan rajut kesabaran, selalu ada hikmah dan pelajaran yang jadi peluang. Sungguh Allah Maha Penyayang, hanya memberi ujian sesuai kemampuan.
Penulis : Siti Riyani Novrianti
Sumber : Issuu.com
Komentar
Posting Komentar